4 Jenis Perspektif dalam Ilmu Sosiologi dan Contohnya Lengkap
https://blogips-sosiologi.blogspot.com/2018/01/4-jenis-perspektif-dalam-ilmu-sosiologi.html
Advertisement
Baca Juga:
Istilah “sosiologi” pertama kali diciptakan pada tahun 1839 oleh Auguste Comte, seorang ahli filsafat kebangsaan Prancis. Dialah yang pertama kali menggunakan istilah tersebut sebagai pendekatan khusus untuk mempelajari masyarakat. Selain itu, dia juga memberi sumbangan yang begitu penting terhadap sosiologi.
Oleh karena itu para ahli sepakat untuk menyebutnya sebagai “Bapak Sosiologi”. Mengapa? Memang harus diakui bahwa Comte sangat berjasa terhadap sosiologi. Beberapa sumbangan pentingnya antara lain sebagai berikut.
■ Ia mengatakan bahwa ilmu sosiologi harus didasarkan pada pengamatan, perbandingan, eksperimen, dan metode historis secara sistematik. Objek yang dikajipun harus berupa fakta, bukan harapan atau prediksi. Jadi, harus objektif dan harus pula bermanfaat, serta bukan mengarah kepada kepastian dan kecermatan.
■ Ia menyumbangkan pemikiran yang mendorong perkembangan sosiologi dalam bukunya Cours de Philosophie Positive, yang dikenal dengan hukum kemajuan manusia atau hukum tiga jenjang. Dalam menjelaskan gejala alam dan gejala sosial, manusia akan melewati tiga jenjang berikut ini.
● Jenjang teologi, bahwa segala sesuatu dijelaskan dengan mengacu pada hal-hal yang bersifat adikodrati.
● Jenjang metafisika, bahwa manusia memahami sesuatu dengan mengacu kepada kekuatan-kekuatan metafisik atau hal-hal yang bersifat abstrak.
● Jenjang positif, bahwa gejala alam dan sosial dijelaskan dengan mengacu pada deskripsi ilmiah (jenjang ilmiah).
■ Ia mengatakan pula bahwa sosiologi merupakan ratu ilmuilmu sosial, dan menempati peringkat teratas dalam hierarki ilmu-ilmu sosial.
■ Ia membagi sosiologi ke dalam dua bagian besar, yaitu statika sosial (social statics) yang mewakili stabilitas atau kemantapan, dan dinamika sosial (social dynamic) yang mewakili perubahan.
Macam-Macam Perspektif dalam Sosiologi
Dalam masyarakat tentunya sering ditemukan beberapa pandangan yang berbeda satu sama lain. Dalam melihat kenyataan sosial atau biasa disebut dengan realitas sosial dalam masyarakat juga demikian. Penalaran atau penilaian atas sebuah realitas umumnya dimulai dengan asumsi (assumption), yaitu dugaan individu yang belum teruji kebenarannya. Dari asumsi-asumsi tersebut berkembang menjadi perspektif, pandangan, atau paradigma. Berikut ini beberapa perspektif dalam sosiologi.
1. Perspektif Evolusionis
Perspektif evolusionis merupakan perspektif teoretis yang paling awal dalam sosiologi. Penganutnya adalah Auguste Comte dan Herbert Spencer. Perspektif ini memberikan keterangan yang memuaskan tentang bagaimana masyarakat manusia tumbuh dan berkembang. Para sosiolog yang menggunakan perspektif ini mencari pola perubahan dan perkembangan yang muncul dalam masyarakat yang berbeda untuk mengetahui apakah ada urutan perubahan yang berlaku umum.
Dalam perspektif ini secara umum dapat dikatakan bahwa perubahan manusia atau masyarakat itu selalu bergerak maju (secara linear), namun ada beberapa hal yang tidak ditinggalkan sama sekali dalam pola kehidupannya yang baru dan akan terus dibawa meskipun hanya kecil sampai pada perubahan yang paling baru.
2. Perspektif Fungsionalis
Dalam perspektif ini, masyarakat dilihat sebagai suatu jaringan kelompok yang bekerja sama secara terorganisasi dan teratur, serta memiliki seperangkat aturan dan nilai yang dianut sebagian besar anggota masyarakat tersebut. Jadi, masyarakat dipandang sebagai suatu sistem yang stabil, selaras, dan seimbang.
Dengan demikian menurut pandangan perspektif ini, setiap kelompok atau lembaga melaksanakan tugas tertentu secara terus-menerus, karena hal itu fungsional. Sehingga, pola perilaku timbul karena secara fungsional bermanfaat dan apabila kebutuhan itu berubah, pola itu akan hilang atau berubah.
Hal ini juga berarti bahwa perubahan sosial akan mengganggu keseimbangan masyarakat yang stabil tersebut. Namun tidak lama kemudian akan tercipta kembali keseimbangan. Perspektif ini lebih menekankan pada keteraturan dan stabilitas dalam masyarakat. Lembaga-lembaga sosial seperti keluarga, pendidikan, dan agama dianalisis dalam bentuk bagaimana lembaga-lembaga itu membantu mencukupi kebutuhan masyarakat.
Ini berarti lembaga-lembaga itu dalam analisis ini dilihat seberapa jauh peranannya dalam memelihara stabilitas masyarakat. Perspektif fungsionalis menekankan pada empat hal berikut ini.
■ Masyarakat tidak bisa hidup kecuali anggota-anggotanya mempunyai persamaan persepsi, sikap, dan nilai.
■ Setiap bagian mempunyai kontribusi pada keseluruhan.
■ Masing-masing bagian terintegrasi satu sama lain dan saling memberi dukungan.
■ Masing-masing bagian memberi kekuatan, sehingga keseluruhan masyarakat menjadi stabil.
Beberapa sosiolog pendukung perspektif ini adalah Talcott Parsons, Kingsley Davis, dan Robert K. Merton. Seorang antropolog yang juga sangat mendukung perspektif ini, bahkan dapat dikatakan sebagai pelopornya adalah Bronislaw Malinowsky (Polandia).
3. Perspektif Interaksionalisme
Perspektif ini cenderung menolak anggapan bahwa fakta sosial adalah sesuatu yang determinan terhadap fakta sosial yang lain. Bagi perspektif ini, orang sebagai makhluk hidup diyakini mempunyai perasaan dan pikiran. Dengan perasaan dan pikiran orang mempunyai kemampuan untuk memberi makna terhadap situasi yang ditemui, dan mampu bertingkah laku sesuai dengan interpretasinya sendiri.
Sikap dan tindakan orang tidak dipaksa oleh struktur yang berada di luarnya (yang membingkainya) serta tidak semata-mata ditentukan oleh masyarakat. Jadi, orang dianggap bukan hanya mempunyai kemampuan mempelajari, memahami, dan melaksanakan nilai dan norma masyarakatnya, melainkan juga bisa menemukan, menciptakan, serta membuat nilai dan norma sosial (yang sebagian benar-benar baru). Karena itu orang dapat membuat, menafsirkan, merencanakan, dan mengontrol lingkungannya.
Singkatnya, perspektif ini memusatkan perhatian pada interaksi antara individu dengan kelompok, terutama dengan menggunakan simbol-simbol, antara lain tanda, isyarat, dan katakata baik lisan maupun tulisan. Atau dengan kata lain perspektif ini meyakini bahwa orang dapat berkreasi, menggunakan, dan berkomunikasi melalui simbol-simbol. Tokoh-tokoh yang terkenal sebagai penganut perspektif ini adalah George Herbert Mead dan W.I. Thomas.
4. Perspektif Konflik
Perspektif ini melihat masyarakat sebagai sesuatu yang selalu berubah, terutama sebagai akibat dari dinamika pemegang kekuasaan yang terus berusaha memelihara dan meningkatkan posisinya. Perspektif ini beranggapan bahwa kelompok-kelompok tersebut mempunyai tujuan sendiri yang beragam dan tidak pernah terintegrasi.
Dalam mencapai tujuannya, suatu kelompok seringkali harus mengorbankan kelompok lain. Karena itu konflik selalu muncul, dan kelompok yang tergolong kuat setiap saat selalu berusaha meningkatkan posisinya dan memelihara dominasinya. Ciri lain dari perspektif ini adalah cenderung memandang nilai dan moral sebagai rasionalisasi untuk keberadaan kelompok yang berkuasa.
Dengan demikian kekuasaan tidak melekat dalam diri individu, tetapi pada posisi orang dalam masyarakat. Pandangan ini juga menekankan bahwa fakta sosial adalah bagian dari masyarakat dan eksternal dari sifatsifat individual. Singkatnya, pandangan ini berorientasi pada studi struktur sosial dan lembaga-lembaga sosial.
Ia memandang masyarakat terus-menerus berubah dan masing-masing bagian dalam masyarakat potensial memacu dan menciptakan perubahan sosial. Dalam konteks pemeliharaan tatanan sosial, perspektif ini lebih menekankan pada peranan kekuasaan. Tokoh yang menganut perspektif ini adalah Karl Marx dan Frederich Engles.
Kesimpulan
Perspektif sosiologi adalah pandangan, asumsi, atau penilaian mengenai suatu realitas sosial dalam masyarakat yang bersifat subjektif (individu) dan belum teruji kebenarannya. Perspektif sosiologi dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu sebagai berikut.
■ Perspektif Evolusionis adalah pandangan yang menyatakan bahawa pola perubahan dan perkembangan manusia atau masyarakat selalu mengalami perubahan dari pola kehidupan yang lama sampai dengan pola kehidupan baru.
■ Perspektif Fungsionalis adalah pandangan yang menyatakan bahwa suatu kelompok atau lembaga dalam masyarakat selalu melaksanakan tugas tertentu secara terus-menerus, terorganisasi, teratur, serta memiliki seperangkat aturan dan nilai.
■ Perspektif Interaksionalisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa setiap manusia tidak hanya memiliki kemampuan untuk belajar tetapi juga memiliki kemampuan untuk membuat atau menciptakan suatu nilai dan norma sosial. Dengan demikian, mereka dapat saling berinteraksi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok.
■ Perspektif Konflik adalah pandangan yang menyatakan bahwa setiap kelompok dalam masyarakat memiliki tujuan sendiri yang beragam dan tidak pernah terintegrasi sehingga akan menimbulkan suatu konflik.